12.19.2011

anak dan bercinta, YA!

Anak adalah bukti bahwa kita pernah bercinta,
pernah saling berbohong, saling mengkhianati diri,
saling lebur. masih harus setia
mendengarkan suara, apa pun juga,
sampai tuli; masih harus memandang
beribu warna, sampai buta; masih harus
menjumlah serta mengurangi sederet panjang angka - angka.

Dibibirmu masih menyisa ciumanku yang pertama
meski sampai saatnya kuucapkan: YA!
Kita tidak selalu harus setia. Sehabis kaumakan
buah apel itu kau pun memberikan sebagian
untukku; aku, seperti lazimnya pahlawan - pahlawan besar,
menikmati sisa dosa itu.
Hanya itukah? Sekarang harus kita tahankan
terik surya itu, tanpa seorang Bapa.

Sorga ternyata hanya ada di dalam dongeng - dongeng saja.
Di leherku masih jelas ada bekas gigitanmu
yang melahirkan anak - anak kita, bukti bahwa kita
pernah bercinta;
sampai saatnya nanti aku menjawab
malaikat itu;
YA!

12.14.2011

jangan kau patahkan!


Hei! Jangan kau patahkan kuntum bunga itu
ia sedang mengembang; bergoyang dahan - dahannya yang tua
yang telah mengenal baik, kau tau,
segala perubahan cuaca.

Bayangkan; akar - akar yang sabar menyusup dan menjalar
hujan pun turun setiap bumi hampir hangus terbakar
dan mekarlah bunga itu perlahan - lahan
dengan semesta, dari rahim alam.

Jangan; saksikan saja dengan teliti
bagaimana Matahari memulasnya menjadi warna - warni, sambil diam - diam
membunuhnya dengan hati - hati sekali
dalam Kasih Sayang, dalam Rindu dan Dendam oleh alam;
lihat; ia pun terkulai perlahan - lahan
dengan indah sekali, tanpa satu keluhan, terpatahkan ..

12.12.2011

13/12/11

Begini: kita mesti berpisah, sebab
sudah terlampau lama bercinta, sebab anak - anak
kini telah mengusir ibu - bapaknya,
dan sebab tak ada rumah lagi
yang masih terbuka.

Mula - mula air mata, yang cepat mendingin,
kita pun pergi seperti apa kata kitab - kitab itu,
sehabis makan malam.

Siapa yang mengantarkan kita?
Hati kita sendiri, lebih unggul dari derita,
lebih unggul dari putus asa, lebih unggul
dari sepi; dinaikinya tangga di dekat batu karang
yang sudah mulai mengalah oleh waktu
dicoretkannya kapur penolak bala di tiap ambang pintu,

lalu kita tusuk sendiri dua belah mata kita
agar tak terlihat lagi adegan - adegan cinta,
agar tak sakit hati mengenangkannya.

Kita tinggalkan kota ini, ketika menyebrang sungai
terasa waktu masih mengalir
di luar diri kita. Awas, jangan menolah,
tak ada yang memerlukan kita lagi
tak ada yang memanggil kembali;
perkara kita tak hanya sampai disini, mari ...

celoteh pintu membuang waktu

Gerimis jatuh kudengar suara di pintu
bayang - bayang angin berdiri di depanmu
tak usah kauucapkan apa - apa; seribu kata
menjelma malam, tak ada yang di sana


dan hari pun tiba. Kita berkemas senantiasa
kita berkemas sementara jarum melewati angka - angka
kau pun menyapa; ke mana kita?
tiba - tiba terasa musim mulai menanggalkan daun - daunnya







tak usah; kata membeku, detik meruncing di ujung sepi itu
mengelincir jatuh. Waktu kau tutup pintu,
belum teduh dukamu

tiba - tiba terasa kita tak sanggup menyelesaikan kata
tiba - tiba terasa bahwa hanya terisa gema
sewaktu hari pun merapat
Jarum jam sibuk membilang saat - saat, terlambat.

Tiba sebelum tiada.



Pandanglah yang masih sempat ada
pandanglah aku: sebelum susut dari suasana
sebelum gemuruh angin laut di luar tinggal suara
terpantul di dinding - dinding muara



pilar - pilar besi kekal menanti
di harapannya: kita yang mempercayai hati
seakan putih semata, senantiasa
seakan detik lupa untuk meloncat tiba - tiba








pandang dengan cinta, meski segala pun sepi tandanya
waktu kau bertanya - tanya, bertahan setia.
langit mengekalkan warna birunya
bumi menggenggam seberkas bunga, padamu semata.

sepi pun lengkap ketika semua tiba
sebelum siap kita menerima
hari di mana
hari tak ada ketika kita siap untuk menyusun semua kata - kata, tiada

Rekam dan tersimpan.

Masih adakah yang akan kau tanyakan,
tentang hal itu? Hujan pun sudah selesai
sewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakap
dibawah bunga - bunga menua, musim yang senja

pulanglah dengan payung di tangan, tertutup
anak - anak kembali bermain dijalanan basah
seperti dalam mimpi kuda - kuda meringkik di bukit - bukit jauh
barangkali kita tak perlu tua dalam tanda tanya

masih adakah? alangkah angkuhnya langit
alangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kita
seluruhnya, seluruhnya kecuali kenangan
pada sebuah lorong yang menjadi sepi tiba - tiba




sepasang burung, jalur - jalur kawat, langit semakin tua
waktu hari hampir lengkap, menunggu senja
putih, kita pun putih memandangnya setia
sampai habis semua, terekam.

imaji,
Daun dan ranting menuju surga - The Milo.

penyimak